Senin, 13 Februari 2012

Sepasang Mata Coklat Di Ayunan Kuning Merah




Ayunan kuning merah, bergoyang pada tulang sendinya menari di atas pelukan karpet hijau kotor, tak ada yang mau dudukinya. Malang benar nasibnya bagai kehilangan kekasih dilautan karibia yang bergelantung pada ombak bulan sabit angkasa.
Ibu pun  menyuruhku berjauh dari sisi ayunan itu, walau nyatanya aku ingin tahu ada apa dengan ayunan itu. Sejak pindahnya aku dari rumah petakku, aku dan ibu pindah. Pindah pada bagunan bertingkat ini dengan terpaksa, kata ibu uang kami tidak cukup untuk membayar tagihan dirumah yang lalu. Makanya ibu menyewa satu kamar dirumah susun ini, dengan harga yang seminim mungkin. Bangunan tua ini sungguh harum , setiap pagi sebelum aku berangkat ke sekolah, aku pasti mencium aroma batako putih yang terkikis oleh dinginnya malam. Apartemen kumuh kusebut bangunan ini, disini ada 5 lantai, tak terlalu luas isinya hanya ada 5 kamar setiap lantai memang kecil dan kumuh namun warga di sini sangat ramah padaku dan ibu.
Aku pun sangat menyukai tetanggaku disini mereka selalu tersenyum seakan –akan hidupnya bahagia sekali menempati bangunan yang hampir roboh ini, bagiku penghuni yang hidup di apartemen kumuh ini hampir mempunyai kehidupan yang super sibuk, berangkat subuh pulang larut malam. Sama seperti ibuku.


          Aku bangun,  dan aku mencium aroma susu jahe ibu, mataku masih menatap keluar jendela yang tirainya masih melebar menutupi kusen berakar. Aku malas sekali  tuk duduk disisi ranjang dan meminum susu jahe buatan ibu. Aku tak pernah rindu pada susu jahenya tapi aku selalu rindu pada kehadirannya, semenjak pindah kesini ibu jarang sekali temani aku, aku gadis rumahan yang dikurung dalam tirai bambu tanpa cahaya yang pudar sekali pun. Pagi ini aku harus pergi kesekolah menuntut ilmu agar lebih pandai dari ayahku yang congkak, aku ingat ketika dulu ia memaki ibu memukul ibu,  hatinya kaku.  Ayahku seperti asing dan ibuku layaknya gangsing yang seenaknya diputar –putar oleh ayahku. Tak pernah aku bercerita apapun pada lelaki kaku itu karena ku tahu ayahku sangat pintar hingga otaknya pecah berantakan dan mati dilindas truk sampah yang baunya sama seperti mayatnya, itulah yang ku ingat dari almarhum ayahku, rasanya aku lega dia sudah tiada. Kini aku telah siap berangkat menuntut ilmu, seragam ku rapi, aku harum sekali. Ku yakin akan temukan sepasang mata coklat dari seorang pria yang lebih bodoh dari ayahku. Perlahan aku berjalan keluar apartemen rumah ku, turuni tangga, melewati banyak kamar dan seperti biasa aku mencium aroma batako yang terkikis embun pagi, kemudian aku melewati taman yang memajang ayunan kuning merah itu. Aku memperhatikan ayunan itu dan bertanya mengapa ibu melarangku mendekati ayunan itu juga orang-orang penghuni apartemen ini, entahlah tak ada yang tahu. Sebuah rahasia yang nanti akan ku tahu. Tiba-tiba aku hampir terjatuh ada seseorang yang menabrakku dipintu keluar apartemen ku,  aku melihat dihadapku  ada sepasang mata coklat yang berdiri dengan menatap kearah ku. Tiba-tiba hatiku berdesir kuat, aku hanya diam,  berdiri dengan jarak dua jengkal dari lelaki itu. Aku menghitung detakan nafasku hingga hitungan ke sepuluh, aku mendengar kata maaf
“maaf saya buru-buru” . ucapnya,
dan aku sudah tak melihat mata itu lagi. Lenyap ia berlalu masuk kedalam apartemen ku, aku bertanya siapa lelaki itu wajahnya tidak tampan bahkan pakaiannya terlalu brutal tapi mengapa hatiku berdebar kencang dan rasanya aneh.
@@!!??*#$*??
Siang ini, aku kembali ke apartemen kumuhku, namun aku tak mencium aroma masakan ibu, artinya dia tidak pulang siang ini, aku masuk kedalam kamar istirahatku, aku merebahkan tubuhku entah agak lama pikiranku tak tahu melayang. Aku pun membuka tirai melebar itu, tapi apa yang kulihat dari balik jendela ku, aku melihat lelaki tadi , ia membuatku hampir terjatuh. Aku melihatnya,  ia sedang menyapu daun-daun yang jatuh ditaman, siapa dia sebenarnya aku mulai tertarik pada gerak-geriknya aku mmeperhatikannya sampai dia pergi dari taman itu. Seketika hatiku pilu, aku ingin tahu siapa dia cepat-cepat aku turun dari lantai tiga sampai dasar, disana kau melihatnya, yahh..aku menemukannya, ia sedang bicara pada ibu Ros pemilik apartemn ini, aku hanya memperhatikannya dari jauh tak lama lelaki itu pun pergi, aku mendekati Ibu Ros dan mulai bertanya perihal siapa dia
“ ibu itu siapa”. Tanyaku pada ibu Ros
“ oooHH…itu Baqi Adam, anaknya Engkong, dia gantiin bapaknya. Katanya si bapaknya sakit ” . ucap bu Ros dengan wajahnya yang ramah.
“ ohh, kalo boleh tahu, rumahnya engkong dimana? Saya mau jenguk”
“ dek Saliyah ini ada-ada saja. Tiba-tiba kok perhatian” ibu Ros pun menertawakan aku, aku hanya diam. Namun beliau tetap memberikanku alamat rumahnya. Besok hari libur, aku sudah berniat mendatangi rumahnya, alasan utama ku ingin bertemu Baqi Adam. aku mmebawa satu sekantong buah manis berbentuk bulat merah, ternyata rumahnya tidak terlalu jauh dari apartemen kumuhku, untung aku mendapat pinjaman sepeda.
Akhirnya sampai juga aku dirumahnya lumayan besar, tapi tak bercat hanya ada batako sebagai benteng dan tak ada warana selain abu-abau, aku masuk melewati pintu gerbang , dan mengetuk pintu kayu yang terlihat tak pernah dirawat. Tak lama dibalik pintu kayu, muncul seorang pemuda bermata coklat, senyumnya mengetarkan jiwaku, tubuhnya harum sekali aku bisa gila saat itu, ia berkata padaku ada keperluan apa, aku hanya tersenyum dengan gugup, untung saja ayahnya muncul dari balik tubuhnya.
“aduuh, siapa yang datang bikin repot saja”
“gak , kok cuma mau jenguk engkong, kata bu Ros engkong sakit”
“ayo masuk-masuk, ini anak saya Baqi Adam, dia baru datang dari
  sumatera” . aku pun berjabat tangan dengannya
“Saliyah Anina”
“Baqi Adam” . kami pun saling tersenyum
kali ini aku berhasil membuatnya percaya, bahwa tujuanku untuk menjenguk Engkong ayahnya, dan aku pun berhasil menyebutkan namaku didepannya. Usai berbicara seperlunya dengan Engkong, Engkong menyuruh Baqi mengantarku pulang dengan sepedaku. Hatiku berdegup-degup saat dibonceng olehnya, tubuhnya harum sekali aku merasakan kenyamanan luar biasa aku terbuai padanya, gila aku sangat gila, ku tak bisa menahan aku pun memeluknya dari belakang menikmati setiap ayunan kakinya dan menikmati angin yang tercampur harum tubuhnya. Namun, begitu cepat terasa. Kami sudah ada didepan apartemen kumuhku, sebelum Baqi pergi aku menawarkan pertemanan padanya dan dia menerima itu dengan senyumnya yang memukau.

Sejak itulah hubungan kami menjadi akrab, dan mulailah ada benih yang terjatuh dimasing-masing hati kami, benih yang teramat mahal dan tak bisa diperjualbelikan tanpa ada dasar. Aku mencintainya dan Baqi pun sama, aku tahu tentang perasaannya dan dia tahu perasaanku. Awal mula cinta kami,  ketika aku menemaninya, disuatu kesempatan. Usai ia bekerja sore itu aku datang ke ayunan kuning merah,, dengan secangkir kopi. Bibirnya mulai mulai terucap. Kopi ini manis namun bukan gula pemanisnya, yang terasa manis adalah kamu. Saat itu kami membuat rasa manis sendiri dicangkir kopi yang kubawa. Bagi kami sekalipun tak ada gula atau susu yang tercampur dicangkir itu rasanya tetap manis karena hanya ada aku atau dia dicangkir kami berdua.
Dia membawakanku sebuah hadiah kecil yaitu sekotak mini yang cantik, kotak itu terlukiskan , sekarpet bunga merah jambu dan seorang wanita sedang menatap kearah hamparan bunga itu, katanya wanita itu adalah aku, aku yang sedang memandang aku,aku tak mengerti. Katanya namaku adalah nama bunga liar yang tercantik didunia, bunga Azalea ia menyebutnya. Dengan mata coklatnya yang memukauku, dia mendalami aku menaruh jemarinya di pipi ku dan mencium kening sunyiku, ada hembusan nafas ditelingaku ia pun berkata aku sayang kamu, aku mencintaimu Saliyah Anina, aku terbuai hanyut entah apa yang terjadi tak ada kesadaran dalam otakku aku berjalan tanpa arah mengikutinya  hingga jatuh kedalam lembah pewangi yang nyaman dan indah dan aku sangat menginginkannya.
Hangat perutnya dan peluh basah bibirnya. Akhirnya kami sampai pada puncak yang tak pernah kami sadar akan mendaki sampai jauh hanya semalam saja. Itulah cinta pertamaku pada Baqi Adam, seorang anak tukang sapu di taman Apartemenku yang mengugah hidupku dengan sepasng mata coklatnya yang mengetarkan pembuluh-pembuluh darahku, hingga ke paru dukaku yang sepi menjadi berwarna bahkan mengubah secangkir kopi tanpa gula atau susu menjadi manis jika diminum bersama cinta dan dia, dan aroma tubuhnya bahkan menandingi bau tembakau di pinggir kebun buah jeruk yang asaam namun cerah secerah wajahnya yang bersinar dan tentram abadi. Kini aku sunyi semua itu hilang tak ada yang  tahu ini menjadi rahasia.


Musim kian berganti, sejak jejak hidupku dijejakinya. Ia tak kunjung kembali. Setiap aku lelah karena otakku diperas oleh guru disekolahku, aku pulang dengan harapan dia datang membawakan sebuah kepastian, aku menunggunya dibalik tirai melebar di teralis besi yang menjadi jendela kamar istirahatku, menunggu surat cinta buatannya untuku. Namun, hambar rasanya kian hari berganti minggu dan kian minggu berganti bulan, rinduku menggila Tuhan, aku GILA.
Kini semua rasanya berbeda, aroma tembakau asli semakin mengila dihidungku, bahkan warna cerah buah jeruk mulai lagi menjadi penghias isi kamarku bukan dia, dan terlebih parah rasa secangkir kopi tanpa gula dan susu  tidak lagi manis melainkan rasa asin basi.
Aku berdiri memandang kearah ayunan kuning merah disana, ayunNa yang mengingatkanku pada kenangan cinta pertamaku, saat Baqi berucap cinta padaku, saat Baqi merayuku dengan cangkir kopi yang kubawakan dan saat Baqi memberikanku sekotak mini cantik itu. Aku mulai berpikir dimana kotak itu ku simpan, aku mencarinya terus mencari.
Dimana kotak cantik ku…yahh aku dapatkan, aku peluk kotak mini cantiku itu dan membawanya duduk diayunan kuning merah, aku menghirup aromanya , aroma yang sama dengannya. Kotak itu tak pernah aku buka, maka aku membukanya, kutemui sebuah kertas putih ada goresan tinta hitam, kubuka kertas itu…ini puisi dari baqi untukku…..

Bulan permata hijau ..adalah kamu saliyah
Sekarpet bunga azalea merah muda adalah kamu saliyah
Bahkan secangkir kopi tanpa gula dan susu adalah kamu saliyah
Yang manis yang selalu menyatu dihatiku…….
Namun , hasratku untuk bersama rasamu berbeda jenjang
Kau masih muda walau kuhirup aromamu sudah dan maaf
Tapi, disana diujung sabang telah menungguku
Sebuah kerudung jingga yang telah kujanji
pada sebatang pohon aksana tua
aku kan menjalin sebuah
hasrat yang abadi
ku telah salah Maaf, padamu juga aku penuhi hasratku ,
karena akupun Mencintaimu dan tergugah oleh senyum bulatmu, bagai letupan
tembakau yang juga kau hirum pekatnya ..saliyah cantikku
tegarlah demi apa yang ada dalam lembah kita
kuatlah agar aku bisa penuhi hasratku
sebelum aku terpukur pada
rasa bersalahku pada
mu saliyah



Dan, aku kembali terbenam, selalu menunggu dia duduk di ayunan kuning merah itu, walau kutahu mitos menyebut ayunan itu membawa pesinggahnya menuju alam yang tak seperti dunia walau dia ada didunia, mungkin hanya pikiranku saja tentang itu, namun yang kuingin saat ini adalah kata MATI, karena itu adalah pasti. SEMUA PASTI BERAKHIR. WILL THE END.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar